POLITIK – Mantan Pendiri PDIP , Laksamana_Soekardi mengungkapkan, pemecatan kader seperti yang menimpa Jokowi dan keluarganya sesungguhnya adalah hal yang biasa. Tapi di sosial media kemudian berkembang banyak narasi yang menyangkut terhadap Jokowi. Selain dianggap tidak loyal, Jokowi dinilai terlalu haus kekuasaan.
Padahal Jokowi telah membuktikan bahwa dirinya kader berprestasi. Tetapi prestasi yang diraih Jokowi ini melebihi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, sehingga membuat Megawati tidak menyukainya, karena Megawati tidak ingin ada kader yang melebihi dirinya.
“ Mega ini mengandalkan hak prerrogratifnya ( selaku Ketua Umum). Tapi hak prerogratifnya itu sekarang berkembang menjadi ( sikap ) otoriter. Bahkan Pak Harto yang mempunyai hak prerogatif dan otoriter tidak pernah mendeclare tentang hak yang dimiliki. Jadi sekarang ini sudah sama antara Pak Harto dan Megawati. “ ujar Laks dalam tayangan Podcast Seruput Kopi Cokro TV , Kamis (19/12/2024 ).
Selanjutnya Laks menyampaikan, pada sisi yang lain, dengan jaringan yang dimilikinya selaku Presiden, Jokowi melihat berbagai fakta yang orang lai tidak melihatnya. Kemudian, dia menginginkan agar Nasionalisme menang setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai Presiden.
Maka, Jokowi kemudian mengendors Ganjar Pranowo dengan berbagai simbol seperti rambut putih dan metafor lainnya sehingga elektabilitas Ganjar pun perlahan-lahan naik. Ketika di PDIP tidak ada lagi kandidat, maka Ganjar Pranowo kemudian dipertemukan dengan Prabowo sebagai sesama tokoh nasionalis.
Sayangnya, saat Megawati mendaulat Ganjar sebagai Capres dia tidak konsultasi terlebih dulu dengan Jokowi. Padahal Jokowi melihat Ganjar itu tidak mungkin menang, tetapi akses informasi kepada Megawati itu diblokir oleh pihak-pihak yang menyatakan diri sebagai kelompok Tegak Lurus Mega.
“ Mbak Mega ini sudah terlalu lama diagung-agungkan. Sebagai Kepala Sekte ( sehingga ) tidak ada yang berani menolak disitu. Tidak ada yang berani bertanya kecuali ditanya. Jadi sebagai pemegang hak prerogatif, kader-kader tidak boleh melawan, tapi Tegak Lurus ( kepada Mega) saya melihatnya sebagai ( sikap ) Taqlid gitu lho. Dalam agama Islam, Taqlid itu kan dilarang. “ tandas Laks.
Dalam pandangan Laksamana, justru orang seperti Jokowi itu sepantasnya diajak bicara dan dinaikkan kedudukannya sebagai mitra. Sebab, terbukti pandangan Jokowi benar yang dibuktikan dengan kemenangan lawan calon-calon PDI. Namun, setelah Jokowi menang, Mega tambah marah karena Jokowi yang hanya petugas partai dapat mengalahkan dirinya.
“ Hal seperti itu ( seharusnya) tidak boleh. “ tandas Laks.
Laks pun menyebut bahwa kekalahan Megawati atas Jokowi ini yang kemudian menimbulkan narasi pengkhianatan yang berujung pada pemecatan. Padahal, jika saat Pilpres Jokowi tidak mengambil sikap, justru Anies Baswedan yang akan memenangkan pertarungan.
Ditegaskan Laks, pemecatan adalah sebuah hukuman, tetapi justru Jokowi ini paska dipecat dari partai faktanya banyak ditawari parpol lain untuk bergabung. Hal itu berarti, Jokowi punya potensi sehingga banyak parpol lain menginginkannya. Sebab, Jokowi masih mempunyai jaringan dan pendukung yang sangat luas terutama dikalangan rakyat bawah. (*/List )