KURATORIAL SENI — Sebanyak 5 lukisan karya perupa Yos Suprapto bertema “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”, dinyatakan tidak lolos kurasi oleh kurator senior Suwarno Wirosetromo. Akibatnya , pameran yang rencananya digelar Galeri Nasional pun dibatalkan.
Sejumlah pihak menuding tidak lolosnya karya tersebut sebagai pembungkaman ekspresi. Bahkan ada yang berpretensi bahwa tidak lolos kurasi ke-5 lukisan tersebut karena sang seniman menampilkan karakter seorang pria yang dikonotasikan “ mirip “ Jokowi.
Soal karakter, publik bisa berdebat tergantung referensi masing-masing. Namun soal kuratorial, tentu hal ini tak selayaknya diseret ke ranah politik. Meski gagalnya pameran tersebut menimbulkan gaung di media sosial yang mengesankan seolah-olah rezim mulai bersikap otoriter sehingga seniman tak lagi bebas dalam berekspresi.
Dalam seni rupa, Proses kuratorial meliputi pengelolaan, pengembangan, dan penyajian karya seni rupa kepada masyarakat. Dalam menjalankan proses itu, seorang Kurator seni rupa berperan sebagai pengembang konsep, pengelola karya, pengembang program, komunikator, dan konservator. Para kurator seni bertanggung jawab untuk mengembangkan konsep pameran, memilih karya seni, mengelola logistik, dan berkomunikasi dengan seniman, kolektor, dan masyarakat.
Menjadi kurator seni tidak sembarang orang dapat melakukannya. Sebab, untuk menjadi seorang Kurator seni rupa memerlukan keterampilan seperti pengetahuan seni rupa, komunikasi efektif, manajemen proyek, kreativitas, dan perhatian terhadap detail. Mereka juga harus memahami tren dan perkembangan seni rupa kontemporer.
Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya, kurator seni rupa harus mempertimbangkan etika dan standar profesional. Mereka harus memastikan bahwa karya seni disajikan dengan hormat dan integritas. Dengan demikian, kurator seni rupa dapat memperkaya pengalaman masyarakat dengan seni rupa dan mempromosikan apresiasi terhadap karya seni.
Sebuah karya seni yang gagal kurasi seharusnya dipandang sebagai hal yang biasa. Sebab, untuk mengambil keputusan sebuah karya seni dapat lolos atau tidak sangat tergantung pada pertimbangan sang kurator. Oleh karena itu, sebelum sebuah karya seni dipamerkan, Kurator seni rupa melakukan evaluasi yang ketat untuk memastikan bahwa karya seni yang dipilih sesuai dengan konsep pameran, kualitas teknis dan estetika.
Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan antara lain : originalitas, keunikan, dan relevansi karya dengan tema pameran. Karya yang tidak menawarkan perspektif baru atau tidak memenuhi kriteria estetika mungkin tidak lolos kurasi. Selain itu, karya yang dianggap mengandung unsur provokasi , hinaan , hujatan atau ungkapan sarkas secara verbal biasanya tidak lolos kurasi.
Selain itu, karya yang tidak memenuhi standar teknis, seperti kualitas bahan, teknik dan eksekusi, juga mungkin ditolak. Kurator juga mempertimbangkan kesesuaian karya dengan target audiens dan konteks pameran.
Penodaan Seni
Seni rupa telah lama menjadi media ekspresi kreatif yang memungkinkan seniman mengkomunikasikan ide, emosi dan kritik sosial. Namun, beberapa karya seni rupa telah memicu kontroversi karena dianggap menghujat atau menodai nilai-nilai agama, budaya atau moral.
Sejarah seni rupa penuh dengan contoh-contoh karya yang memicu kontroversi. Misalnya, lukisan “The Naked Maja” karya Francisco Goya dan “Piss Christ” karya Andres Serrano. Karya-karya ini memicu debat tentang batasan seni dan penodaan.
“The Naked Maja” adalah sebuah lukisan karya seniman Spanyol Francisco Goya yang dibuat sekitar tahun 1797-1800. Lukisan ini menggambarkan seorang wanita telanjang yang sedang berbaring di atas bantal dengan pose yang santai dan percaya diri. Wanita tersebut digambarkan dengan mata yang terbuka dan menatap langsung ke arah pemirsa, sehingga menciptakan kesan yang kuat dan tak terlupakan.
Lukisan ini memiliki sejarah yang menarik karena merupakan salah satu karya seni yang paling kontroversial pada masa itu. “The Naked Maja” dibuat untuk Manuel de Godoy, seorang bangsawan Spanyol yang memiliki selera seni yang tinggi. Namun, lukisan ini kemudian ditemukan oleh Inkuisisi Spanyol dan menyebabkan Goya dipanggil untuk menjelaskan karyanya.
Kembali ke soal hujatan dalam karya seni, mengingat daya apresiasi masyarakat terhadap seni sangat beragam maka dalam berkarya seniman harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial dan kepekaan masyarakat, sehingga harus disadari sepenuhnya karya yang tidak lolos kurasi tidak semata dianggap sebagai pembungkaman ekspresi. (*/Sulist Ds )