VIRAL — Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta Miftah Habiburohman yang dikenal dengan Gus Miftah sering kali menjadi sorotan publik karena cara dakwahnya yang unik dan segar. Namun, baru-baru ini ia menjadi perbincangan karena candaan terhadap pedagang es teh yang dianggap sebagian pihak tidak pantas.
Di tengah polemik ini, Gus Iqdam, salah satu pendakwah muda Indonesia, muncul membela Gus Miftah. Pembelaannya menyoroti pentingnya memahami konteks dakwah dan menghindari kesalahpahaman yang berpotensi merugikan ulama.
Pembelaan Gus Iqdam yang melawan arus Netizen ini menimbulkan sejumlah pertanyaan publik. Siapa dia sebenarnya ? Gus Iqdam adalah salah satu pendakwah muda yang sedang naik daun di Indonesia. Namanya mulai dikenal karena gaya dakwahnya yang santai, relevan dengan kaum muda, tetapi tetap sarat nilai-nilai agama.
Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, humoris, dan mampu menjelaskan ajaran Islam dengan bahasa sederhana tanpa kehilangan esensi. Melalui ceramah-ceramahnya, Gus Iqdam sering menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan saling memahami di tengah perbedaan.
Kontroversi bermula ketika Gus Miftah, dalam salah satu ceramahnya, melontarkan candaan terkait pedagang es teh. Bagi sebagian orang, candaan tersebut dianggap kurang pantas dan tidak sensitif. Kritik pun bermunculan, terutama di media sosial, yang menyudutkan Gus Miftah sebagai ulama yang tidak menjaga lisan. Namun, banyak pula yang memahami bahwa candaan tersebut tidak dimaksudkan untuk menghina, melainkan sebagai cara menyampaikan pesan dakwah dengan pendekatan humor.
Menjembatani Kesalahpahaman
Dalam salah satu ceramahnya yang viral, Gus Iqdam memberikan pandangannya terkait kasus ini. Ia menegaskan bahwa dakwah adalah seni menyampaikan kebenaran, dan setiap dai memiliki pendekatannya masing-masing. Menurut Gus Iqdam, candaan Gus Miftah seharusnya dilihat dalam konteksnya, yaitu upaya untuk mencairkan suasana agar pesan agama dapat lebih mudah diterima.
“Kadang kita terlalu fokus pada apa yang disampaikan, tetapi lupa pada niat di baliknya. Gus Miftah adalah ulama yang sudah banyak berjasa mengenalkan Islam kepada kalangan yang sebelumnya jauh dari agama. Jangan sampai kita hanya melihat satu kesalahan kecil, tetapi melupakan kebaikan besar yang sudah beliau lakukan,” ujar Gus Iqdam.
Gus Iqdam juga mengingatkan umat Islam untuk mengedepankan tabayyun, yaitu mencari klarifikasi sebelum menghakimi seseorang. Dalam dakwah, pendekatan humor sering kali efektif untuk menjangkau audiens tertentu. Namun, ia juga menekankan pentingnya para dai tetap berhati-hati agar tidak menimbulkan salah tafsir.
Pembelaan Gus Iqdam terhadap Gus Miftah mencerminkan sikap saling mendukung di antara para ulama. Ia mencontohkan bagaimana umat Islam seharusnya menyelesaikan masalah dengan musyawarah, bukan memperkeruh suasana melalui kritik yang tidak konstruktif. “Kita ini bersaudara. Jika ada yang salah, kita luruskan dengan cara yang baik, bukan dengan mencaci atau menjatuhkan,” tuturnya.
Melalui sikap bijaknya, Gus Iqdam menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya soal menyampaikan pesan agama, tetapi juga menjaga keharmonisan umat. Dukungan ini tak hanya memperkuat posisi Gus Miftah, tetapi juga menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu menghargai perbedaan pendekatan dalam berdakwah. (*/)