POLITIK — Netralitas seorang Presiden dalam proses politik adalah isu yang sering menjadi perhatian publik, terutama menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, Presiden memiliki posisi strategis yang diharapkan menjadi simbol persatuan bangsa. Namun, apakah secara hukum dan etika, seorang Presiden boleh memberikan dukungan kepada salah
Secara hukum, Indonesia tidak memiliki aturan eksplisit yang melarang Presiden untuk menyatakan dukungan terhadap calon kepala daerah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, misalnya, lebih banyak mengatur netralitas pihak lain seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri. Dalam konteks ini, Presiden sebagai kepala negara tidak disebut secara langsung.
Namun, perlu diingat bahwa Presiden juga merupakan bagian dari pejabat publik yang harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kesetaraan politik. Sikap partisan dari Presiden berpotensi menciptakan persepsi ketidakadilan dan memengaruhi kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Dalam beberapa kasus, seorang Presiden juga menjabat sebagai Ketua Umum partai politik. Dalam kapasitas ini, Presiden dapat memberikan dukungan kepada calon yang diusung oleh partai tersebut. Namun, tindakan ini harus dilakukan di luar perannya sebagai kepala negara.
Misalnya, jika Presiden berkampanye untuk mendukung kader partainya, hal itu sah secara hukum selama tidak ada pelanggaran terhadap aturan pemilu, seperti penggunaan fasilitas negara atau penyalahgunaan wewenang. Meski demikian, tindakan ini sering memicu kritik karena dianggap bertentangan dengan harapan publik agar kepala negara tetap netral.
Dimensi Etika dan Moral
Selain aspek hukum, persoalan dukungan Presiden terhadap calon kepala daerah juga menyentuh ranah etika dan moral. Dukungan terbuka dari seorang Presiden dapat menciptakan persepsi ketimpangan, terutama jika calon yang didukung akhirnya terpilih. Masyarakat mungkin merasa bahwa dukungan tersebut berpotensi menggerus kepercayaan terhadap proses demokrasi itu sendiri.
Meski secara hukum Presiden tidak secara tegas dilarang untuk mendukung calon kepala daerah, langkah tersebut tetap mengundang perdebatan. Oleh karena itu, Jika Presiden memilih untuk memberikan dukungan kepada calon tertentu, hal tersebut perlu dilakukan secara terbuka, jujur, dan tidak mencampuradukkan fungsi sebagai kepala negara dengan kepentingan politik partai.
Penggunaan fasilitas negara, sumber daya publik, atau pengaruh jabatan untuk mendukung calon tertentu adalah tindakan yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan integritas pemilu.
Dalam konteks politik Indonesia, penting bagi masyarakat untuk terus memantau tindakan para pemimpin, termasuk Presiden, dalam setiap proses politik. Masyarakat harus kritis terhadap potensi penyalahgunaan wewenang sekaligus memahami bahwa dukungan yang diberikan dalam kapasitas politik tidak sama dengan dukungan sebagai kepala negara. Sebab, menjaga demokrasi yang sehat adalah tanggung jawab bersama antara pemimpin dan rakyat. (*/)